Home » » Mantra Kramaning Sembah

Mantra Kramaning Sembah

Written By Wayan Agus on Sabtu, 14 Juli 2012 | 04.13


KRAMANING SEMBAH
Ketetapan Mahasabha VI Parisada Hindu Dharma Indonesia
Nomor : I/TAP/M.SABHA/1991
Tentang Tata Keagamaan

Pendahuluan
Tiap-tiap piodalan di Pura orang-orang sembahyang, disamping mempersembahkan banten. Demikian Pula pada rerainan-rerainan lainnya seperti Galungan, Kuningan, Purnama Tilem dan sebagainya. Pada Hari Raya Saraswati hampir semua murid sembahyang disekolah masing-masing. Persembahyanganpun juga dilakukan pada waktu  taur, pada waktu pemlaspas tempat-tempat suci dan sebagainya. Ada sembahyang yang dilakukan sendiri-sendiri, ada sembahyang dilaksanakan bersama-sama yang diantar oleh seorang Sulinggih. Agar persembahyangan itu berjalan dengan baik maka perlu adanya pedoman untuk itu. Berikut ini adalah pedoman sembahyang yang telah ditetapkan Mahasabha Parisada Hindu Dharma ke VI. 
Persiapan Sembahyang
Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan. 
Termasuk dalam persiapan lahir pula ialah sarana penunjang sembahyang seperti pakaian, bunga dan dupa sedangkan persiapan batin ialah ketenanagan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana prasarana sembahyang adalah sebagai berikut:
Asuci Laksana.  Pertama-tama orang membersihkan badan dengan mandi. Kebersihan badan dan kesejukan lahir mempengaruhi ketenangan hati.
Pakaian. Pakaian waktu sembahyang supaya diusahakan pakaian yang bersih serta tidak mengganggu ketenangan pikiran. Pakaian yang ketat atau longgar, warna yang menjolok hendaknya dihindari. Pakaian harus disesuaikan dengan dresta setempat, supaya tidak menarik perhatian orang.
ImageBunga dan Kuwangen. Bunga dan Kuwangen adalah lambang kesucian supaya diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika dalam persembahyangan tidak ada kewangen dapat diganti dengan bunga. Ada beberapa bunga yang tidak baik untuk sembahyang. Menurut Agastyaparwa bunga-bunga tersebut seperti berikut: Nihan Ikang kembang yogya pujakena ring bhatara: kembang uleran, kembang ruru tan inunduh, kembang laywan, laywan ngaranya alewas mekar, kembang munggah ring sema, nahan talwir ning kembang tan yogya pujakena de nika sang satwika.  Artinya: Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada Bhatara, bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa digoncang, bunga-bunga yang berisi semut, bunga yang layu, yaitu bunga yang lewat masa mekarnya, bunga yang tumbuh dikuburan. Itulah jenis-jenis bunga yang tidak patut dipersembahkan oleh orang yang baik-baik.
Dupa. Apinya dupa adalah simbul Sanghyang Agni, saksi dan pengantar sembah kita kepada Sanghyang Widhi. Setiap yadnya dan pemujaan tidak luput dari penggunaan api. Hendaknya ditaruh sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan teman-teman disebelah.
Tempat Duduk. Tempat duduk hendaknya diusahakan duduk yang tidak mengganggu ketenangan untuk sembahyang. Arah duduk ialah menghadap pelinggih. Setelah persembahyangan selesai usahakan berdiri dengan rapi dan sopan sehingga tidak menganggu orang yang masih duduk sembahyang. Jika mungkin agar menggunakan alas duduk seperti tikar dan sebagainya.
Sikap Duduk. Sikap duduk dapat dipilih dengan tempat dan keadaan serta tidak mengganggu ketenangan hati. Sikap duduk yang baik pria ialah sikap duduk bersila dan badan tegak lurus, sikap ini disebut Padmasana. Sikap duduk bagi wanita ialah sikap Bajrasana yaitu sikap duduk bersimpuh dengan dua tumit kaki diduduki. Dengan sikap ini badan menjadi tegak lurus. Kedua sikap ini sangat baik untuk menenangkan pikiran.
Sikap Tangan. Sikap tangan yang baik pada waktu sembahyang ialah "cakuping kara kalih" yaitu kedua telapak tangan dikatupkan di depan ubun-ubun. Bunga atau kuwangen dijepit pada ujung jari.

Urutan-Urutan Sembah
Urutan-urutan sembah baik pada waktu sembahyang sendiri ataupun sembahyang bersama yang dipimpin Sulinggih atau seorang Pemangku adalah seperti berikut:
1. Sembah Puyung/tanpa Bunga
  Mantram :
  Om atma tatwatma soddha mam svaha
  Artinya :
  Om atma atmanya kenyataan ini, bersihkanlah hamba.

2. Menyembah Hyang Widhi sebagai Hyang Aditnya
  Mantram :
  Om aditysyaparam jyoti,
rakta teja namo'stute,
svetapankaja namo'stute,
bhaskaraya namo' stute,
  Artinya:
  Om Sinar Surya yang maha hebat, 
Engkau bersinar merah,
hormat pada-Mu,
  Engkau yang berada ditengah-tengah teratai putih, hormat pada-Mu pembuat sinar.
  Sarana : Bunga

3. Menyembah Tuhan sebaga Ista Dewata pada hari dan tempat Persembahyangan :
  Ista Dewata artinya Dewata yang diingini hadirnya pada waktu pemuja memuja-Nya. Ista Dewata adalah perwujudan Tuhan dalam berbagai-bagai wujud-Nya seperti Brahma, Wisnu, Iswara, Saraswati, Gana, dan sebagainya. Karena itu mantramnya bermacam-macam sesuai dengan Dewata yang dipuja pada hari dan tempat itu. Misalnya pada hari Saraswati yang dipuja adalah Dewi Saraswati dengan Saraswati Tattwa. Pada hari lain dipuja Dewata yang lain dengan Stawa-stawa yang lain pula.
  Pada Persembahyangan umum seperti pada Hari Purnama dan Tilem, Dewata yang dipuja adalah Hyang Siwa yang berada dimana-mana. Stawanya sebagai berikut:
  Om nama deva adhisthanaya,
Sarva vyapi vai sivaya,
padmasana ekaprastisthaya,
Ardhaneresvaryai namo namah
  Artinya :
  Om, kepada yang bersemayam pada tempat yang tinggi,
kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada dimana-mana,
kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat,
kepada Ardhanaresvari, hamba menghormat.
  Sarana : Kuwangen

4. Menyembah Tuhan sebagai Pemberi Anugrah
  Mantram :
  Om anugraha manohara,
devadattanugrahaka,
Deva devi mahasiddhi,
yajnanga nirmalatmaka,
laksmi siddhisca dirgayuh
nirwighna sukha viddhisca
  Artinya:
  Om, Engkau yang menarik hati, pemberi anugrah-anugrah pemberian dewa, pujaan semua pujaan hormat pada-Mu pemberi anugerah.
Kemahasidian Dewa Dewi, berwujud yadnya, pribadi suci, kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan.
  Sarana : Kuwangen

5. Sembah Puyung/tanpa Bunga
  Mantram :
  Om deva suksma paramacintyaya nama svaha.
  Artinya :
  "Om, hormat pada Dewa yang tak terpikirkan yang maha tinggi yang maha gaib"


Bila persembahyangan itu dituntun oleh seorang Sulinggih/ Pandita/ Pinandita, maka sebelum sembah puyung terakhir, biasanya tambahan mantramnya adalah seperti dibawah ini. Para peserta persembahyangan (umat) hanya mengikuti dalam hati tanpa ikut mengucapkan mantra.
Om ayur vrddhir yaso vrddhih,
vrddhih orajna sukha sriyam,
dharma santana vrddhih syat,
santu te sapta-vrddhayah.
Om yavan Merau sthito devah,
yavad Gangga mahitale,
candrarkau gagane yavat,
tavad va vijayi bhavet.
Om dirghayur astu tathastu,
Om avighnam astu tathastu,
Om subham astu tathastu,
Om sukham bhavatu,
Om purnam bhavatu,
Om sreyo bhavatu.
Sapta vrddhir astu.
Artinya :
Bertambah dalam usia
bertambah dalam kemashuran,
bertambah dalam kepandaian,
kegembiraan dan kebahagiaan,
bertambah dalam dharma dan keturunan,
tujuh pertambahan semoga menjadi bagianmu.
Selama Tuhan bersemayam di Gunung Meru,
Selama sungai Gangga berada di dataran bumi,
Selama matahari dan bulan berada di langit,
Selama itu semoga seorang mendapat kejayaan.
Semoga panjang umur, semoga demikian,
Semoga tiada rintangan, semoga demikian,
Semoga baik, semoga demikian.
Semoga bahagia,
Semoga sempurna,
Semoga rahayu,
Semoga tujuh pertambahan terwujud.
Setelah persembahyangan selesai dilanjutkan dengan mohon tirtha dan bija.
Selesai.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. STOREHOUSE of KNOWLEDGE - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger